Header Ads

New Post

CIMAHI YANG TAK LAGI "CAI MAHI"


      image source : Cimahi-Wisata-Militer-di-Kota-Tentara.jpg
Kota Cimahi terletak di Provinsi Jawa Barat ini memiliki luas 40,2 km dengan jumlah penduduk 561 386 jiwa (2014) .Dasar hukum pajak daerah Kota Cimahi adalah Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah yang selanjutnya diperbarui melalui  dari Peraturan Daerah nomor 6 Tahun 2014 di Perda tersebut diatur pajak apa saja yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah Kota Cimahi, yaitu Hotel , Restaurant , Hiburan , Reklame , Penerangan Jalan , Parkir , Air Tanah , Sarang Burung Walet , PBB P2 ,Bea Perolehan atas Tanah dan/atau Bangunan .  Ada juga peraturan Walikota yang secara lebih lanjut mengatur ketentuan-ketentuan perpajakan daerah Kota Cimahi seperti Peraturan Walikota Cimahi no 11 2018 tentang Harga Air Baku , Peraturan Walikota Cimahi no.24 tahun 2012 tentang PBB P2 . Objek yang dikenakan Pajak sesuai dengan Peraturan daerah Kota Cimahi Peraturan Daerah nomor 6 Tahun 2014 antara lain Hotel , Restaurant , Hiburan , Reklame , Penerangan Jalan , Parkir , Air Tanah , Sarang Burung Walet , PBB P2 ,Bea Perolehan atas Tanah dan/atau Bangunan . Salah satu pajak yang menarik untuk dibahas di Kota Cimahi adalah Pajak Air Tanah . Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah yang minimal memliki kedalaman 100 meter dan di Kota Cimahi terdapat kurang lebih 169 titik dengan jumlah 400 sumur . Subjek dari Pajak Air Tanah ini adalah orang pribadi / badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dan Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribdi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah, Di Kota Cimahi tercatat pada tahun 2017 terdaftar ada 163 Wajib Pajak yang mayoritas bergerak di bidang komersil/industry  . Dasar pengenaan  Pajak Air Tanah adalah nilai perolehan air tanah . Nilai perolehan air tanah tersebut mempertimbangkan beberapa faktor seperti jens sumber air , lokasi sumber air , tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air , volume air yang dimanfaatkan , kualitas air dan tangkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan . Lalu setelah memperhatikan aspek-aspek tersebut , besarnya nilai perolehan air akan ditetapkan dengan Peraturan Walikota dan akan dipungut oleh Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah ( Bappenda )

Tarif yang dikenakan untuk Pajak Air Tanah menurut Perda 9 tahun 2011 adalah sebesar 20 % ( dua puluh persen ) . Namun Mulai September 2018 , Pemerintah Daerah Kota Cimahi menetapkan Tarif Harga Air Baku ( HAB ) sebesar Rp 1500 per meter kubik melalui Peraturan WaliKota Cimahi Nomor 10 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota nomor 5 tahun 2015 tentang Tata cara Pemungutan Pajak Daerah . Kenaikan tariff ini merupakan penyesuaian dari dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM RI nomor 20 tahun 2017 tentang Pedoman Penetapan Nilai Perolehan Air Tanah dan Peraturan Gubernur Jawa Barat no 50 tahun 2017 tentang Pedoman Penetapan Nilai Perolehan Air Tanah .Perhitungan besaran Pajak Air Tanah  adalah mengalikan tarif yang telah ditetapkan yaitu Rp 1.500 dikalikan dengan volume air yang diambil/dimanfaatkan . Porsi penerimaan dari Pajak daerah dalam Penerimaan Asli Daerah ( PAD ) kota Cimahi adalah 39,17 % . Dengan rincian Pajak Penerangan Jalan 13,18 % , PBB 11,12 % , BPHTB 9,38% , Pajak Restaurant 3,17% , Pajak Air Tanah  1,10%,Pajak Reklame 0,54%,Pajak Hotel 0,22% , Pajak Hiburan 0,22% , Pajak Parkir 0,19 % . Pajak Penerangan Jalan merupakan penyumbang terbesar dengan 13,18 % atau senilai 37.709.466.522 , sedangkan Pajak Air Tanah mencapai Rp 2.148.279.469 . Penerimaan Pajak Air Tanah tersebut masih sangat jauh dari yang ditargetkan Pemerintah Kota Cimahi yaitu Rp 4.346.272.600.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa pengambilan / pemanfaatan air tanah di Kota Cimahi adalah mayoritas untuk komerisal dan industry  . Selain masalah pajak yang masih banyak kendala sehingga mengurangi PAD adapula masalah sosial dan lingkungan yang muncul . Cimahi yang berasal dari kata “Cai Mahi “yang artinya “ Air yang Cukup “ karena menurut sejarahnya Cimahi memang memiliki sumber air yang melimpah  , namun bisa kita lihat beberapa tahun terakhir masyarakat Kota Cimahi mengalami krisis air (https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2018/08/15/kota-cimahi-kritis-air-tanah-bantuan-sumur-dangkal-tak-bisa-sembarangan) . Cukup aneh dan menyedihkan rasanya bahwa Kota yang dari namanya saja memiliki makna “Air yang Cukup “ namun warganya kesulitan air.
Daerah Lebak Saat , Puri Cipageran , Cihanjuang yang dahulu hampir setiap rumah memiliki sumur dan kualitasnya pun bagus namun sekarang jika kita lihat hampir semua warga menggunakan PDAM dan kesulitan mendapat air untuk sehari –hari lantaran pasokan dari PDAM pun terkadang hanya ada 1 hari dalam seminggu dan itupun terjadi pada tengah malam / dini hari .Banyak dari sumur –sumur mereka yang sudah tidak mengeluarkan air lagi dan berkualitas buruk bahkan di musim penghujan . Ini semua diakibatkan dari Industri-industri dan perusahaan yang mengeksploitasi air tanah di Kota Cimahi , setiap hari kita dapat temukan truk tangka melintas di jalanan Kota Cimahi membawa air dari daerah Cisarua  . Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman ( DPKP) Kota Cimahi , M.Nur Kuswandana kepada Kompas.com.”Dampaknya jumlah air tanah akan berkurang, dulu kalau kita bikin sumur lima meter ada airnya, sekarang minimal harus 20 meter.  Dampak lain permukaan tanah bisa amblas. Surutnya air tanah di Kota Cimahi terjadi karena beberapa faktor. Memang pengaruhnya besar terutama  penggunaan air oleh industri," ucapnya.

Secara logika jika eksploitasi air oleh industry dilakukan jor –joran seharusnya Pajak yang dihasilkan pun akan besar . Namun kita lihat realitasnya , dari Penerimaan Pajak Kota Cimahi Pajak Air Tanah hanya menyumbang 1,10 % yaitu 2.148.279.469 padahal ditargetakan 4.346.272.600 yang artinya banyak perusahaan yang tidak taat membayar pajak . Seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Badan Pendapatan Daerah Kota Cimahi Muhammad Ronny bahwa pihaknya pun sedang mencari akar masalahnya. “Memang yang kita dapat itu masih jauh dari target pajaknya sebesar Rp 4,3 miliar lebih. Masih terus kita usahakan dan inventarisir permasalahannya di mana,” ujar Sekretaris Badan Pengelolaan dan Pendapatan (Bappenda) Kota Cimahi, Mochamad Ronny, saat ditemui di Kantor Pemerintahan Kota Cimahi, Senin (1/10/2018).(https://bandungkita.id/2018/10/01/target-pendapatan-di-bawah-50-persen-ini-alasan-pemkot-cimahi/)

Tarif yang dikenakan pun terlihat terlalu rendah ,yaitu hanya Rp.500 per m3 dan baru dinaikan Rp.1500 pada 2018 lalu jika dibandingkan dengan dampak terhadap masyarakat . Kita bandingkan saja dengan Kota Bandung yang menetapkan tarif untuk air dangkal Rp.2400 dan air dalam Rp.3000 per M3, padahal jika kita lihat potensinya jelas Kota Cimahi memiliki potensi pemajakan air tanah yang lebih besar . Jika kita berasumsi dan melihat fakta bahwa Air Tanah tersebut banyak digunakan oleh Industri-industri besar dan bukan untuk masyarakat maka ini adalah sebuah masalah yang cukup ironis bagi masyarakat Kota Cimahi ,dimana alam menjadi rusak , krisis air terjadi , penerimaan pajak pun yang diharapkan bisa membantu mengatasi masalah ini hasilnya belum maksimal bahkan dapat dikatakan sangat minim padahal SDA yang diambil cukup besar dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak . Dan kini , rasa –rasanya sebutan “ Cai Mahi “ hanya tinggal nama yang tidak bermakna lagi .

Dalam konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia pajak merupakan kontribusi wajib warga negara , disisi lain negara pun wajib menggunakannya untuk kemakmuran rakyat . Namun jika kita lihat masih banyak potensi –potensi perpajakan kita yang belum secara optimal masuk dalam penerimaan negara/daerah   , seperti yang terjadi di Kota Cimahi dan mungkin juga terjadi di kota-kota lainnya di Indonesia . Jika potensi suatu daerah yang dapat dijadikan sumber penerimaan yang cukup besar banyak yang bocor dan tidak terserap maka akan memperlambat pembangunan di daerah tersebut . Oleh sebab itu setiap Pemerintah Daerah haruslah mengetahui apa potensi terbesar di daerahnya dan harus bisa mengelolanya agar masyarakat di daerah tersebut dapat sejahtera . Apalagi dengan system Otonomi daerah yang membuat daerah punya peran besar dalam kemakmuran daerahnya sendiri . Untuk mencapai penerimaan daerah yang maksimal khususnya lewat pajak , maka diperlukan sinergitas antara masyarakat selaku wajib pajak dan juga pemerintah . Ketaatan perpajakan dari setiap individu merupakan komponen yang sangat penting apalagi dalam system Self Assessment . Baik masyarakat setempat maupun perusahaan harus memiliki rasa memiliki terhadap daerah yang menjadi rumah mereka untuk melakukan usaha dan bertempat tinggal , juga  memiliki rasa bertanggung jawab atas kemajuan dan kesejahteraan  daerah tersebut . 

Pemerintah daerah juga kita harapkan terus mengedepankan kejujuran , transparansi,  ketegasan dan juga inovasi  dalam pemungutan pajak maupun restribusi . Dalam hal kejujuran masih banyak contoh kasus seperti di Madiun , Timika dimana pejabat Bappenda terjerat kasus korupsi .Untuk transparansi, mencari data Penerimaan Asli daerah ( PAD)  saja saat ini masih sangat sulit didapat datanya , ini menunjukan transparansi dan keterbukaan masih sangat kurang . Pemerintah daerah juga harus terus mengikuti perkembangan zaman , Kementrian Keuangan telah melakukannya melalui E-filling , E-billing dan pemerintah daerah pun harus melakukan hal serupa yang memudahkan wajib pajak melakukan kewajiban perpajakannya , seperti yang sudah mulai dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat dimana sekarang membayar pajak kendaraan bisa melalui online lewat Bukalapak dan Tokpedia , ini merupakan kemajuan yang patut diapresiasi dan dicontoh Pemerintah Daerah lainnya . Ketegasan juga sangat penting , setiap perusahaan selain wajib melakukan kewajiban perpajakan juga harus menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungannya ( Coorporate Social Responsibility) dan di sini peran pemerintah daerah haruslah mengawasi apakah perusaahan sudah melakukan keduanya sesuai peraturan yang berlaku .

Tidak ada komentar