Header Ads

New Post

Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Indonesia













Indonesia memiliki luas 5.193.250 km dengan rincian 1.919.440 km2 merupakan daratan dan luas lautan 3.273.810 km2. Dengan luas wilayah yang sangat besar, Indonesia tidak pernah kekurangan sumber daya alam. Bahkan dalam lagu Koes Plus berjudul “Kolam Susu” dikatakan, “tongkat kayu dan batu jadi tanaman” yang menggambarkan betapa kayanya kekayaan alam negara kita.

Sumber daya alam sendiri memiliki pengertian segala sesuatu yang berasal dari alam dan bisa diambil atau digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan asalnya sumber daya alam dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber daya alam hayati dan non-hayati. Lalu jika berdasarkan sifatnya sumber daya alam dibagi menjadi 3 yaitu sumber daya alam kekal, dapat diperbaharui, dan tidak dapat diperbaharui. Setiap wilayah di Indonesia memiliki sumber daya alam yang berbeda-beda di setiap wilayahnya. Untuk minyak bumi misalnya, terdapat di Pulau Jawa yaitu daerah Cepu, di Kalimantan terdapat di Tarakan. Untuk batu bara, ada di Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Gas alam, terdapat di Arun (NAD), Bontang (Kalimantan). Indonesia timur tidak kalah kaya dengan indonesia barat. Tambang emas bisa kita temui di Freeport, Papua lalu di Gosowong, Halmahera. Selanjutnya bijih besi di Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Tengah. 

Saking banyaknya sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, masih banyak sumber daya alam kita yang belum dimanfaatkan. Contohnya adalah lithium, seiring dengan semakin berkembangnya kendaraan listrik yang tentunya memerlukan baterai.  Indonesia sendiri memiliki potensi lithium yang sangat besar di Marowali, Sulawesi Tengah. Namun untuk lithium ini sudah mulai dibangun pabrik. Lalu ada juga logam tanah jarang atau rare earth elements (RRE), yang berguna untuk bahan baku baterai, telepon seluler, dan pembangkit listrik juga. Logam tanah jarang ini tersebar di beberapa wilayah Indonesia, salah satunya di Sumatera Utara (19.917 ton), Bangka Belitung ( 186.663 ton). 

Undang-undang Dasar Pasal 33 ayat 3 sendiri mengamanatkan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penguasaan sendiri terdiri dari 5 unsur yaitu pengelolaan, kebijakan, pengurusan, pengaturan, dan pengawasan.  Jika kita melihat jumlah sumber daya alam kita yang sangat melimpah tadi, seharusnya negara kita bisa menjadi negara yang makmur. Namun apakah yang terjadi sekarang adalah demikian ? rasanya belum, jumlah kekayaan alam kita belum linear dengan kesejahteraan masyarakat . Bahkan pada tahun 2021 kita turun menjadi lower middle income dari yang sebelumnya upper middle income. Pertumbuhan ekonomi kita sebelum terpukul pandemi saja hanya di angka 4-5%, masih dibawah target yang dicanangkan pemerintah yaitu 7%. 

Jika keadaannya seperti itu, nampaknya sumber daya alam yang melimpah ini malah menjadi kutukan, “Natural Resource Curse” bagi Indonesia. Natural Resource Curse adalah fenomena dimana negara yang memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah malah tidak menjadi negara yang makmur, lebih banyak mengalami dampak negatif dari pemanfaatan SDA tersebut yaitu kerusakan alam. Natural Resource Curse sendiri disebabkan oleh setidaknya 2 penyebab utama yaitu tata kelola yang buruk dan korupsi. 

 

Masalah Tata Kelola Dalam Pemanfaatan SDA di Indonesia

            Sebagai pengejawantahan dari UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang telah disebutkan sebelumnya, maka dibuatlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelolanya. Kinerja BUMN yang bergerak dalam pengelolaan SDA sendiri pada beberapa tahun terakhir bisa dikatakan sudah jauh lebih baik dari sebelum sebelumnya. Contohnya PLN, yang sempat rugi pada  kuartal ketiga tahun 2020, namun pada kuartal 3 tahun 2021 mencatatkan untuk sebesar 22,4 triliun rupiah. Selanjutnya ada juga kabar dimana tiga BUMN Ketiga BUMN tersebut tergabung dalam satu holding Mind ID yaitu PT Bukti Asam, PT Aneka Tambang, dan PT Timah mencatatkan keuntungan. PT Bukti Asam mencatatkan laba bersih Rp 7,91 triliun, PT Timah Rp 1,3 triliun.

            Selain dikelola oleh BUMN, banyak juga kekayaan alam di indonesia  yang dilakukan pihak swasta dan juga pengelolaan langsung oleh masyarakat. Bahkan, dari catatan Kementerian BUMN, pada tahun 2017, hanya 20% SDA yang diolah negara melalui BUMN, sisanya dikelola oleh swasta. Di sinilah banyaknya kebocoran yang terjadi. Untuk sumber daya alam yang dikelola swasta, faktanya hasilnya lebih banyak menguntungkan pihak luar. Contohnya tentu kita ingat PT Freeport, sejak 1973, tambang yang bisa menghasilkan 240 kg emas dalam sehari tersebut dikuasai oleh pihak luar. Seperti kita ketahui 81,28% saham freeport dimiliki oleh Freeport  McMoran asal Amerika Serikat, sementara pemerintah hanya 9,36%. Baru pada 2018 pemerintah akhirnya menguasai saham Freeport sebesar 51,23%. Yang terbaru adalah terkait minyak goreng. Industri Crude Palm Oil, yang merupakan bahan dasar minyak goreng, dikelola oleh perusahaan swasta. Perusahaan swasta tentunya akan memikirkan profit sebesar besarnya, dengan menjual barang ke luar negeri pengusaha CPO bisa mendapatkan keuntungan 500% dibandingkan menjualnya ke dalam negeri. 

            Masih kurang baiknya  pengelolaan sumber daya alam di Indonesia juga dapat kita lihat banyaknya impor barang yang sebenarnya banyak diproduksi di dalam negeri. Contohnya beras, berdasarkan data BPS produksi beras nasional cukup melimpah, bahkan surplus, seperti pada maret 2021, data BPS menunjukan potensi produksi beras Januari-April adalah 14,54 juta ton beras, dan berdekatan dengan panen raya juga. Tapi pemerintah tetap melakukan impor, dibandingkan mencoba memaksimalkan penggunaan beras dari petani dalam negeri. Selain itu, sumber daya alam indonesia juga banyak yang dicuri oleh pihak luar, contohnya terkait perikanan. Menurut Sekjen KKP, Antam Novambar, negara mengalami kerugian sebesar Rp 30 triliun akibat pencurian ikan di Laut Natuna.

 Dari beberapa contoh diatas menunjukan betapa belum mandirinya bangsa Indonesia, kita masih bergantung dan dipengaruhi oleh pihak asing. Hal tersebut disebabkan belum mampunya bangsa kita untuk mengelola SDA yang disebabkan kurangnya infrastruktur, teknologi, dan kemampuan SDM. Lalu terkait impor beras, lalu kelangkaan minyak goreng memperlihatkan banyaknya orang Indonesia yang sangat kurang rasa nasionalismenya, mereka mementingkan isi dompet mereka, dalam kebijakan impor tentunya bisa mendapat imbalan dari eksportir, lalu saat menjual CPO ke luar negeri akan mendapat keuntungan berlipat. Ketergantungan seperti ini tentu tidak baik, karena suatu saat bisa jadi dapat mengganggu kedaulatan ekonomi maupun politik baik di dalam maupun negeri. Terkait dengan politik, ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap pihak asing,  bisa saja membuat kita terseret dalam konflik-konflik yang suatu saat terjadi. Tidak menutup kemungkinan, dalam keadaan konflik,  ketergantungan yang tinggi membuat kita dianggap berpihak ke salah satu pihak, padahal prinsip politik kita adalah bebas aktif. 

 

Masalah Korupsi dalam Pemanfaatan SDA di Indonesia

            Korupsi dalam bidang SDA  sangat banyak terjadi, dengan kerugian negara yang tidak sedikit.  Bentuk korupsinya paling banyak berupa State Capture Corruption, yaitu pemanfaatan institusi negara untuk menyusun kebijakan yang melanggengkan korupsi. Hal ini dapat kita lihat dalam kasus Ex Menteri KKP Edhy Prabowo yang mengeluarkan kebijakan ekspor benur yang ternyata digunakan untuk korupsi. Selain itu juga penerbitan-penerbitan IUP yang tidak semestinya merupakan contoh dari State Capture Corruption ini. 

            Masalah korupsi dalam bidang SDA ini, dan sebenarnya dalam bidang manapun salah satunya adalah buruknya sistem politik di Indonesia. Penggunaan SDA dan politik memang saling mempengaruhi. Ongkos politik kita yang mahal membuat partai politik mencari dana dari mana mana, salah satunya adalah pengusaha-pengusaha SDA, yang tentunya memiliki modal yang besar. Partai politik yang nantinya menang, tentunya akan memiliki kekuasan untuk membuat kebijakan, dan jika mereka  telah di sponsori oleh pengusaha SDA, tentunya tidak menutup kemungkinan akan ada kebijakan “pesanan” sebagai balas budi. Dan kembali pada penjelasan sebelumnya para pengusaha ini tentunya akan mencari profit sebesar besarnya, mereka tidak terlalu peduli jika SDA tersebut lebih banyak dinikmati pihak asing.

 

-Cara meningkatkan pengelolaan SDA -

 

1.     Tingkatkan rasa nasionalisme dan kemandirian

            Solusi pertama yang ditawarkan oleh penulis adalah dengan memperbanyak pengelolaan SDA oleh dalam negeri, yaitu melalui BUMN atau BUMD, BUMdes dan juga pengelolaan oleh masyarakat. Pengambilalihan Freeport, redistribusi lahan untuk masyarakat, pembubaran Petral, adalah contoh-contoh baik yang sudah dilakukan pemerintah yang semestinya terus dilakukan. Peningkatan kemandirian ini termasuk peningkatan infrastruktur, teknologi, dan SDM. Dengan infrastruktur, teknologi, dan SDM yang memadai tentu akan semakin banyak SDA yang dapat dikelola oleh negara atau diberikan oleh masyarakat. Dengan demikian akan membuka lapangan pekerjaan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai pihak luar menikmati kekayaan alam kita, sedangkan rakyat kita hanya menjadi buruhnya. 

            Selanjutnya, penumbuhan rasa nasionalisme juga sangat penting. Tentu kita ingat dengan prinsip bela negara, dimana hal tersebut melibatkan setiap warga negara, tanpa terkecuali.  Baik pemerintah, masyarakat, maupun pihak swasta (terutama nasional) sudah seyogyanya memiliki sikap bela negara. Pendidikan yang didalamnya ditanamkan nilai-nilai cinta tanah air dan sikap bela negara wajib diberikan sejak dini. 

 

2.     Utamakan produk dalam negeri

Beberapa waktu yang lalu Bapak Presiden Joko Widodo tampak kesal  beberapa kementerian dan lembaga  banyak melakukan impor dan tidak membeli barang-barang dalam negeri. Teguran presiden ini menarik karena pemerintah yang sangat sering melakukan kampanye untuk menggunakan priduk dalam negeri nyatanya banyak menggunakan produk luar. Memang sudah waktunya, mulai dari pemerintah, untuk lebih mengutamakan penggunaan produk dalam negeri. Proyek pemindahan IKN bisa menjadi momentum yang bagus, dalam proyek tersebut misalnya semen yang digunakan adalah dari PT Semen Indonesia, meja kursinya dari UKM asal Jepara, Keramiknya dari pengrajin di DIY dan sebagainya.

 

3.     Tingkatkan pengawasan

Pengawasan terhadap pengelolaan SDA wajib dilakukan secara menyeluruh, mulai dari kebijakan hingga pelaksanaannya. Pada tahap kebijakan, penerbitan IUP, kebijakan di tingkat kementerian wajib diawasi apakah ada unsur kepentingan pribadi, parpol, atau kelompok tertentu atau tidak. Peran instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah wajib ditingkatkan. Lalu di lapangan juga perlu diawasi, contohnya pencurian ikan, seperti telah disebutkan bahwa pencurian ikan ini merugikan negara hingga 30 triliun, tambang ilegal, dsb. Lalu yang tidak kalah penting adalah pengawasan akan kelestarian alam. Jangan sampai niat mengelola SDA sampai merusak alam, kebudayaan, dan kearifan lokal, dan kehidupan masyarakat yang hidup disekitarnya.


Dengan semangat gotong royong dan kemauan untuk bersikap bela negara, semoga Indonesia dapat keluar dari Natural Resources Curse, sehingga amanat UUD 1945 untuk menguasai sumber daya alam dan mempergunakannya untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat dapat terwujud. 

Tidak ada komentar